Sabtu, 04 April 2015

APA ITU DEMAM TIFOID..???

RICKY BONATIO HUTAGALUNG
1210130
FAKULTAS KEDOKTERAN MARANATHA



DEMAM TIFOID

Prasyarat
  1. Fisiologi Sistem Pengaturan Suhu dan Mekanisme Febris
Suhu tubuh diukur di berbagai tempat dalam tubuh, yaitu di aksila, mulut, dan rektum. Rentang suhunya antara lain:
  1. Rektal : 37˚C (36,8 - 37,3 ˚C)
  2. Aksila : 36,6˚C (36,2˚C - 36,9˚C), 0,2 - 04˚C < suhu mulut, 0,5 - ˚C < suhu rektum
  3. Mulut : 36,3-37,1˚C, 0,3 - 0,5˚C < aksila
Sistem pengaturan suhu tubuh adalah termostat, dimana terletak di daerah preoptik hypothalamus anterior, dimana lebih banyak hot sensitive neuron daripada cold sensitive neuron. Sinyal sensor dari hipothalamus anterior diteruskan ke bagian posterior dan berintegrasi dengan sinyal - sinyal perifer, sehingga terjadi keseimbangan antara heat produce dan heat loss. 
Kulit lebih banyak memiliki sensor untuk dingin daripada sensor untuk panas, sehingga lebih mudah mendeteksi suhu dingin. Reseptor suhu tubuh dalam terdapat di medulla spinalis, vena2 besar, dan viscera abdominalis. Terdapat 2 mekanisme refleks pengaturan suhu tubuh, yaitu panas yang diatur oleh hipothalamus anterior, dan dingin yang diatur oleh hipothalamus posterior. 
Mekanisme yang terjadi saat tubuh meningkat : vasodilatasi dengan cara menghambat adrenergik simpatikus nervus sistem, serta berkeringat agar suhu tubuh menururn. Mekanisme yang terjadi saat suhu tubuh meningkat yaitu heat produce dengan cara menggigil, vasokonstriksi, piloereksi. 
Suhu tubuh inti normal dipertahankan pada 37˚C, disebut dengan set point. Pirogen adalah suatu zat asing yang dapat meningkatkan “set point Hypothalamus”, sehingga dapat terhadi demam. 
Definisi, dkk
  • Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akubat infeksi Salmonella typhii atau Salmonella paratyphii tipe A, B, dan C disertai gangguan pencernaan ada atau tanpa gangguan kesadaran
  • Epidemiologi : sering mengenai negara - negara tropis, sering mengenai laki - laki, berhubungan dengan tidak cuci tangan sebelum makan
  • Etiologi : bakteri gram negatif golongan Enterobactericeae, genus Salmonella, bersifat anaerob fakultatif, non-lactose fermenter pada EMB atau Mc. Conkey. Bakteri ini menghasilkan H2S pada TSIA (Triple Sugar Iron Agar). Masa inkubasi 7 -14 hari. WHO menggolongkan bakteri:
    • Typhoidal Salmonella/ Salmonella enterica, yaitu S. typhii yang menyebabkan demam tifoid, dan S. paratyphii yang menyebabkan demam paratifoid.
    • Nontyphoidal Salmonella, yaitu S. enteritidis yang hidup dalam saluran intestinalis
    • Salmonella, yang terutama menjangkit binatang seperti sapi, dan dapat menginfeksi manusia dan menginvasi eritrosit.
  • Taksonomi Salmonella :
    • Kingdom : Bacteria
    • Phylum : Proteobacteria
    • Class : Gamma Proteobacteria
    • Ordo : Enterobacteriales
    • Family : Enterobactericeae
    • Genus : Salmonella
  • Bakteri ini mempunyai 3 antigen:
    • Antigen somatik O : Lipopolisakarida protein membran yang berperan dalam penempelan atau attachment pada reseptor sel inang yang terinfeksi
    • Antigen flagel H : yaitu antigen flagel bakteri yang dapat membantu dalam menentukan tipe antigen Salmonella
    • Antigen VI : Antigel kapsul polisakarida yang bertugas dalam fagositosis


Patogenesis dan patofisiologi
  • Transmisi Salmonella terjadi melalui ingesti makanan, masuk kedalam Retikuloendotelial organ dalam waktu 24 jam, dan inkubasi selama 1 - 4 minggu, umumnya 7 -14 hari. Jumlah bakteri yang dapat menimbulkan gejala klini 105 - 1010/CFU.
  • Kapsul bakteri yang mengandung antigen VI berperan dalam virulensi kuman. Infeksi Salmonella berhubungan dengan berkurangnya keasaman lambung akibat konsumsi daari antasida. Kuman Salmonella disimpan pada kantong empedu yang akan diekskresikan melalui empedu dalam pencernaan makanan, dan membantu penyebaran penyakit melalui fekal-oral
  • Salmonella typhii melewati lambung, sebagian mati dan sebagian ada yang bertahan hidup. Bila antibodi usus yaitu IgA tidak baik maka bakteri akan menempel pada Sel M ileum terminalis, lalu penetrasi ke Plaque peyeri
  • Antigen VI akan menyelubungi PAMP, yang menyebabkan bakteri Salmonela typhii dapat menghindari proses inflamasi dari sel neutrofil. Bakteri kemudian difagosit oleh makrofag, dan bakteri bereplikasi didalam tubuh makrofag. Makrofag tersebut masuk dalam sirkulasi darah dan terjadilah bakteremia primer.
  • Sirkulasi darah membawa bakteri ke duktus torasikus, dan mencapai RES, seperti hepar, lien, sumsum tulang belakang, dan nodus limfatikus. Bakteri melanjutkan multiplikasi, dan menginduksi dari apoptosis makrofag. Bakteri masuk ke sirkulasi darah dan terjadilah Bakteremia sekunder, dan masuk ke dalam kantong empedu.
  • Makrofag yang telah terinfeksi dan hiperaktif saat fagositosis Salmonella melepaskan mediator - mediator inflamasi, dan menyebabkan gejala reaksi inflamasi sistemik berupa malaise, mialgia, cephalgia, sakit peru, instabilitas vaskuler, dan koagulasi.
  • Makrofag yang aktif akan menyebabkan hiperplasia plaque peyeri. Karena akibat akumulasi sel mononuklear di dinding usus maka akan mengakibatkan perubahan gambaran pada pembuluh darah di plaque peyeri dan menyebabkan nekrosis. Lama - kelamaan menyebabkan perforasi. 
  • Respon imun dalam tubuh penderita S. typhii terdiri dari beberapa tahap, yaitu sekresi antibodi intestinalis yang mencegah inveksi mukosa, mekanisme Cell-mediated Immune (CMI) untuk mengatasi dan membunuh bakteri yang berada intraseluler.

Manifestasi klinik
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 -14 hari. Banyak faktor yang mempengaruji derajat keparahan, yaitu 
  1. lama periode penyakit sebelum diberikan terapi yang sesuai, 
  2. pemilihan antibiotik, 
  3. umur penderita, 
  4. Riwayat vaksinasi penah/tidak
  5. Jumlah inokulum yang tertelan,
  6. Faktor penyamu (keadaan imunosupresan)
  7. Konsumsi antasida
Manifestasi klinik pada minggu pertama sesuai dengan penyakit infeksi akut biasanya, berupa demam, malaise, pusing, nyeri otot, anoreksia, nausea, vomitus. Demam yang dialami pun bersifat remitten. Grafik demam ditunjukan sbb. 
Gejala klinik pada minggu kedua semakin terlihat jelas. Gejala klinik berupa demam, bradikardi relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti dengan peningkatan nadi), hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa delirium, somnolen, koma. Ditemukan juga Rose spots, yang berupa bercak merah pada badan pasien.
Secara khas, manifestasi klinin dibagi dalam 4 fase, yaitu fase inkubasi, fase invasi, periode status, dan fase evolusi.

  1. Fase inkubasi, berlangsung dalam 1- 2 minggu,
  2. Fase invasi, gejala klinik berupa demam intermitten, nyeri kepala, batuk non produktif, lemah, insomnia, kehilangan nafsu makan
  3. Fase Status, yaitu fase yang terjadi beberapa minggu sesudahnya. Gejalanya berupa demam yang sudah menetap. Detak jantung lambat, tetapi nadi cepat. Dapat ditemukan hepatosplenomegali. Rose spots ditemukan. 
  4. Fase evolusi, pasien tanpa pengobatan biasanya mulai sembuh 4 minggu setelah demam muncul,  demam turun 2 - 3 minggu secara perlahan - lahan. Penyembuhan total memerlukan waktu 3- 4bulan.

Pemeriksaan Penunjang
Indikasi pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosa Demam tifoid adalah:
  1. Confirmed case of typhoid fever, yaitu bila dijumpai pasien demam >38˚C dan >3hari perlu dilakukan pemeriksaan lab untuk tifoid dalam pemeriksaan apus darah, sumsum tulang, dan pemeriksaan urine.
  2. Probable case of typhoid fever, yaitu bila dijumpai pasien demam >38˚C dan >3hari, dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium-serodiagnosa positif / negatif tanpa isolasi S. typhii.
  3. Chronic carrier, penderita masih mengeksresikan kuman dalam urine atau feses, perlu diperiksa, bila selama >1 tahun setelah terkena tifoid akut masih tetap hasil (+). 

  • Pemeriksaan hematologi klinik : didapatkan gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia. Anemia normokrom ditemukan bila didapatkan perdarahan akibat perforasi usus
  • Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik : dilakukan dalam media gal (empedu). Pemeriksaan dilakukan 1 - 10 hari pertama demam
  • Pemeriksaan Imunoserologi klinik : 
    • Tes widal, dengan menentukan titer aglutinin terhadap antigen O dan H S. typhii atau S. paratyphii. Hasil positif bila didapatkan >160, atau dalam pemeriksaan kedua = 4x pemeriksaan pertama. 
    • Ada yang mempengaruhi hasil Widal :
      • Pengobatan Antibiotik
      • Gangguan pembentukan antibodi
      • Waktu pengambilan darah
      • Daerah endemik non endemik
      • Riwayat vaksinasi
    • Kultur darah
    • Antibodi Salmonella typhii IgM timbul dalam hari ke-3 dan ke-4, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan Tubex®TF.
  • Pemeriksaan kimia klinik : SGOT dan SGPT


Komplikasi
Komplikasi terdiri dari :
KOMPLIKASI INTESTINAL :
  1. Perdarahan intestinal,
Plaque peyeri usus yang terinfeksi, dapat mengalami luka atau tukak. Bila luka menembus lumen dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi perdarahan. 
  1. Perforasi usus

KOMPLIKASI EKSTRAINTESTINAL
  1. Komplikasi hematologik, berupa trombositopenia, peningkatan protrombin time, sampai intravaskular diseminata. Pelepasan histamin, prostaglandin dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menyebabkan injuri endotel, selanjutnya mengakibatkan perangsangan koagulasi
  2. Hepatitis tifosa
  3. Pankreatitis tifosa

Jumat, 03 April 2015

APA ITU KOLERA...??

Ricky Bonatio Hutagalung
Fakultas Kedokteran Maranatha
April 3, 2015


Kolera
Blok 22 - Infeksi

Kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dengan manifestasi klinis diare yang disertai muntah yang akut dan hebat akibat enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Bentuk manifestasi yang khas adalah dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik dan asidosis metabolik.
Etiologi penyakit ini adalah Vibrio cholerae, adalah kuman aerob, gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang. Patogenesis penyakit sebagai berikut. Kolera ditularkan melalui jalur fekal-oral. Kuman koler bersifat sensitf terhadap asam, sehingga dapat terbunuh dengan asamnya lambung. Bila kolera dapat bertahan, maka bakteri tersebut akan berkembang melalui usus halus. Kuman ini berkembang biak dalam duodenum dan jejenum. Suasana yang alkali pada bagian usus ini menjadi salah satu faktor tumbuh suburnya bakteri kolera ini. Langkah awal dari patogenesis penyakit ini adalah menempelnya bakteri kolera di mukosa usus halus. Penempelan bakteri ini terjadi karena adanya sifat kemotaksis dari mukosa usus halus terhadap protein luar dan adhesin dari flagel. Setelah terjadi kolonisasi, bakteri ini akan mengeluarkan enterotoksin yang sangat menentukan gambaran klinisnya. Infeksi ini tidak akan merusak dari mukosa usus halus, tetapi menyebabkan terjadinya edem dari jaringan mukosa, serta dilatasi atau pembesaran terhadap pembuluh darah dan pembuluh limf, dan sebukan sel radang.
Cairan yang dikeluarkan bersifat isotonis dengan plasma, dan mengandung kadar bikarbonat dan kalium yang tinggi. Kehilangan cairan ini akibat Cholerae-toxin yang secara kimiawi akan mengakibatkan peningkatan aktivitas adenil-sinklase, sehingga terjadi peningkatan cAMP yang menurunkan absorbsi Na dan Cl dari vili intestinalis, dan peningkatan dari sekresi Cl oleh sel Kripta. Toksin bakteri Kolera berefek pada dinding mukosa usus. 
Gejala klinis ditandai dengan daire cair yang berat tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus disertai dengan vomitus yang hebat. Dalam waktu singkat tinja berwarana kuning dan berbau, lama - kelamaan berubah menjadi putih seperti air cucian beras. Cairan yang menyerupai cucian beras ini bila diendapkan akan muncul gumpalan - gumpalan putih. Dengan gejala yang berat seperti ini, pasien akan mengalami dehidrasi yang berat, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit. 
Pemeriksaan fisik didapatkan tanda - tanda dehidrasi berupa turgor kulit menurun, mata dan muka cekung, kulit jari tampak keriput, kolaps, dan anuri. Selain itu pasien menunjukkan tanda - tanda syok berupa takikardi, isi nadi kurang, hipotensi dengan cepat. Kultur kuman kolera merupakan gold standard untuk diagonosis penyakit ini. 
Penatalaksanaan sebagai berikut. Dasar pengobatan Kolera adalah terapi simptomatis serta kausal penyakit. Tatalaksana mencakup penggantian cairan tubuh, koreksi gangguan elektrolit dan asam basa, serta terapi antimikroba.
Pengobatan awal menggunakan Tetrasiklin atau antibiotik lain yang bisa membunuh kuman tersangka, dan dapat menghentikan diare dalam 48 jam. Terapi antibiotik:
  • Tetrasiklin 50mg/KgBB/Hari, dibagi dalam 4 dosis
  • Trimetropim-sulfametoksasol, 10mg/KgBB/haru trimetropim dibagi dalam 2 dosis
  • Doksisiklin 6 mg/KgBB/hari single dose

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara penjernihan sumber air yang digunakan untuk minum dan menghindari makanan mentah.

APA ITU RUBEOLA..???

Ricky Bonatio Hutagalung
Fakultas Kedokteran Maranatha
April 3, 2015


Campak (Rubeola, Measles)
Blok 22 - Infeksi

Campak merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh virus dan secara khas ditandai dengan 3 stadium, yaitu  stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium kovalesens. Campak disebut juga rubeola, morbili, measles.
Etiologi penyakit ini adalah Virus Morbili, salah satu virus RNA dari Paramyxoviridae. Epidemiologi penyakit campak ini dengan tingkat insidensi tertinggi adalah anak - anak dengan usia 5 - 10 tahun.  Kematian akibat penyakit ini lebih sering diakibatkan karena komplikasi berupa pneumonia dan ensefalitis.
Patogenesis penyakit campak sebagai berikut. Penularan penyakit ini berupa percik renik (droplet) melalui udara, terjadi 1- 2 hari setelah gejala klinis tampak sampai timbulnya ruam. Virus masuk dalam limfatik lokal secara bebas ataupun beruhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Virus kemudian bereplikasi ditempat tersebut dengan perlahan. Virus menyebar ke sel jaringan RES  seperti limpa, dimana virus tersebut menyerang limfosit. Virus bereplikasi dalam limfosit jenis tertentu yang membantu penyebaran ke seluruh tubuh. Lima sampai enam hari sesudah infeksi awal, terbentuk fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, usus. Pada hari ke-9 sampai hari ke-10, terjadi nekrosis jaringan di organ - organ tersebut. Pada saat ini virus masuk kembali ke pembuluh darah (viremia sekunder). 
Patofisiologi penyakit campak sebagai berikut. Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Terjadi reaksi terhadap virus berupa reaksi inflamasi pada epitel saluran pernapasan, konjungtiva, kulit sehingga terbentuk eksudat yang serous. Tampak juga ulserasi pada mukosa pipi yang disebut dengan Koplik
Manifestasi klinik penyakit ini sebagai berikut. Fase prodromal berlangsung 2- 4hari. Virus berada pada air mata, saluran pernapasan, urin, serta darah. Gejala klinik pada fase prodromal ditemukan enantema pada mukosa pipi, disertai dengan conjungtivitis, coryza, dan cough (tanda patognomonis). Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa, proliferasi sel endotel. Perubahan patologis campak yang khas terdapat pada lumen usus, sehingga terjadi penyumbatan, dan terjadi apendisitis. Fase erupsi muncul setelah 14 hari setelah infeksi. Di fase ini antibodi mulai bisa di periksa. Di fase ini mulai timbul ruam pada kulit, yaitu di telinga, bagian belakang pipi. Fase selanjutnya adalah fase kovalesens, dimana fase ini ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang- kadang deskuamasi. Gejala klinik mulai menghilang.
Diagnosis campak ditegakkan berkaitan dengan gejala klinik yang ada, yaitu koriza dan konjungtivitis, disertai demam, batuk, serta timbulnya ruam yang diawali dari belakang telinga ke wajah lalu ke seluruh ekstremitas. Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak atipikal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan  didapatkan leukopenia disertai dengan limfositosis relatif. Isolasi dan identifikasi virus, serta tes serologis. Komplikasi penyakit ini adalah laringitis akuta, bronkopneumonia, kejang demam, ensefalitis, otitis media, konjungtivitis, miokarditis. Diagnosis banding campak adalah Rubella (Campak Jerman)
Pengobatan yang dilakukan pada penyakit ini sebagai beriku. Terapi suportif terdiri dari bed rest, perawatan kulit dan mata, memperhatikan status gizi. Terapi simptomatis terdiri dari Antipiretik, antitusif, ekspetoran. Diberikan juga antibiotik bila ada infeksi sekunder. WHO dan UNICEF merekomendasi vitamin A dosis tinggi. 

Prognosa penyakit ini, biasanya campak dapat sembuh dalam 7 - 10 hari setelah timbulnya ruam. 

PENJELASAN TENTANG PLASMODIUM..!!!

Ricky Bonatio Hutagalung
Fakultas Kedokteran Maranatha
April 2, 2015


Ringkasan Parasit-Plasmodium
Blok 22

Plasmodium menyebabkan penyakit malaria. Ada 5 spesies plasmodium yang penting bagi manusia : Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, Plasmodium falciparum, dan Plasmodium knowlesi. Plasmodium knowlesi memiliki tuan rumah perantara, yaitu kera. Pada 4 spesies plasmodium lainnya, manusia merupakan tuan rumah perantara Plasmodium, dimana merupakan tempat perkembangbiakan aseksual parasit ini,  sedangkan nyamuk Anopheles betina merupakan vektor dan tuan rumah definitif., dimana menjadi tempat perkembangbiakan secara seksual dari Plasmodium. Perkembangbiakan aseksual berupa skizogoni dan perkembangbiakan secara seksual berupa sporogoni. 
Penularan Plasmodium pada manusia dapat melalui cucukan nyamuk dan direk inokulasi (congenital malaria, transfusion malaria, jarum terkontaminasi). Faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi plasmodium adalah: Jenis eritrosit (HbS dan HbF pada sickle cell anemia, defisiensi G6PD, golongan darah Duffy),  Faktor nutrisi, faktor lingkungan. 
Siklus hidup plasmodium dalam tubuh manusia (hospes perantara) terdiri dari stadium eksoeritrositer dan stadium eritrositer. Manusia dicucuk nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi yang didalam air liurnya terdapat sporozoit plasmodium. Sporozoit masuk dalam sel hepar dan stadium eksoeritrositer dimulai. P. malariae dan P. falciparum terdapat 1 stadium eksoeritrositer, sedangkan P. vivax dan P. ovale memiliki 2 stadium eksoeritrositer, yaitu eksoeritrositer primer = stadium praeritrositik dini, dan eksoeritrositer sekunder = stadium praeritrositik lambat. Dalam sel hati sporozoit berkembang menjadi skizon tua yang banyak mengandung merozoit. Sel hati pecah, merozot keluar. Merozoit menginvasi eritrosit. Dalam eritrosit, merozoit  menjadi stadium cincin, kemudian tumbuh menjadi trofozoit, kemudian berkembang menjadi skizon muda dan berkembang menjadi skizon tua yang banyak mengandung merozoit. Eritrosit pecah merozoit keluar menginvasi eritrosit lainnya. Beberapa merozoit berkembang menjadi gametosit yang terdiri dari makrogametosit dan mikrogametosit. Mikrogamet penetrasi ke makrogamet menjadi zigot. Nyamuk Anopheles menggigit manusia dan gamet masuk ke dalam nyamuk. Zigot berkembang menjadi ookinet, berkembang menjadi ookista. Ookista berkembang menjadi sporozoit dan masuk ke dalam air liur nyamuk. 
Faktor - faktor yang menyebabkan invasi P. falciparum lebih berat yaitu : durasi infeksi yang singkat, jumlah merozoit yang banyak, menyerang semua stadium eritrosit, circulating antibody yang bereaksi dengan eritrosit normal, serta terjadi sekuestrasi eritrosit yang terjadi pada stadium lanjut. Destruksi sel darah merah pada malaria akibat rupture eritrosit yang terinfeksi dan fagositosis eritrosit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Sitokin pada malaria yang aktif adalah TNF ∝. Stadium lanjut pada P. falciparum menimbukan adanya knob pada eritosit akibat PfHRP2 (Plasmodium falciparum histidine rich protein 2) yang akan menampilkan PfEMP1 (Plasmodium falciparum eritrosit membrane protein 1), yang merupakan ligan yang akan berikatan dengan reseptor pada endotel kapiler. Sehingga menyebabkan penyumbatan dan iskemik jaringan. Protein band 3 pada eritrosit yang terparasitasi juga berperan dalam sitoadherens. Pada P. vivax dapat juga terjadi sekuestrasi dan sitoadherens pRBC, melalui interaksi VIR dengan ICAM1 dan CSA sehingga menyebabkan rosette
Manifestasi klinik malaria didahului oleh gejala prodomal selama 2-3 hari yang ditandai dengan malaise, mialgia, sakit kepala, anoreksia, panas sedikit meningkat. Diikuti dengan periodisitas, yaitu panas ireguler, intermitten (5-7hari), berlanjut dengan febrile peroxysm (pada falciparum jarang), yaitu P. vivax, P. ovale setiap 48 jam disebut tertian periodicity, P. malariae setiap 72 jam disebut Quartan periodicity. Keadaan ini disertai dengan cephalgia, nausea, vomitus, diare, flushing, kulit kering, konvulsi, batuk kering. Ada keadaan yang disebut dengan  premunition / semi-immune, yaitu terdapat infeksi Plasmodium pada keadaan seperti parasitemia yang rendah, biasanya asimptomatis, terjadi pada daerah endemis. Golongan yang termasuk high risk group pada malaria adalah ibu hamil anak kecil, imigran non imun yang datang ke area malarious.
Komplikasi malaria adalah sebagai berikut:
  1. Rupture Lienalis
  2. Malaria serebral
  3. Anemia hemolitik
  4. Black water fever
  5. Kegagalan paru
  6. Algid malaria, yang dapat menyebabkan kematian. Tekanan darah dampai 80-90 (sistole), dan 40-50 (diastole)
Diagonis malaria dapat dilakukan dengan cara 
  • Apus darah tepi, terdiri dari apus tebal untuk melihat adanya parasit dalam darah dan apus darah tipis untuk melihat jenis Plasmodium yang menginveksi. Apus darah menggunakan pewarnaan giemsa. Bila pemeriksaan sudah berulang kali dan parasit tetap saja tidak ditemukan, maka dapat dilihat dengan adanya pigmen cokelat yang granular pada monosit dan leukosit. Kadang- kadang dilakukan apus sumsum tulang
  • QBC (Semi-Quantitative Blood Clot), yaitu dengan cara tes floresensi (protein pada Plasmodium dapat mengikat acridine orange, sehingga eritrosit yang terinfeksi dapat diidentifikasi). 
  • Dipstick test
  • Serologi
Prognosis P. vivax, P. ovale, P. malariae dapat menghasilkan penyembuhan sempurna kecuali P. falciparum. Prognosa falciparum yang jelek sejalan dengan tingginya parasitemia (>100.000/mm3 ), rendahnya HT (hematokrit, bila <30%, prognosa memburuk)

Kemoprofilaksis dilakukan dimulai 1 minggu sebelum, dan 4 minggu sesudah. Obat yang digunakan : Primetamin (25mg/minggu), Proguanil (100mg/minggu), Klorokuin basa (100mg/minggu). Bila terdapat resistensi dapat digunakan Primetamin 25mg + Sulfadoksin 500 mg/minggu, bisa juga digunakan Primetamin 25mg + Sulfon 100mg/2minggu. 

BAGAIMANA TERJADINYA VARISELA ATAU VARICELLA..???

Ricky Bonatio Hutagalung
Fakultas Kedokteran Maranatha Bandung
April 3, 2015


RingkasanVarisela
Blok 22- Infeksi

Varisela adalah suatu penyakit infeksi virus akut, menular, dan memberikan gambaran khas berupa erupsi vesikel diseluruh tubuh yang timbul berurutan dengan gejala umum yang ringan. Etiologi dari penyakit ini adalah Varicella-Zooster Virus (VZV), tergolong Herpes virus. Varisella merupakan penyakit yang sering menyerang anak- anak berusia 5 - 9 tahun. VZV dapat ditransmisikan melalui luka lesi, sekret respirasi, dan kontak udara, serta kontak langsung. Infeksi mula- mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas dan jaringan limfoid tonsilar. Selama awal masa inkubasi yang berlangsung 10 - 21 hari, virus bereplikasi pada jaringan limfoid lokal diikuti dengan viremia subklinis yang pendek, dimana virus menyebar di sel- sel sistem retikoloendotelial. Pada viremia sekunder, virus bereplikasi pada limfosit-T, kemudian virus menyebar di kulit dan mukosa, serta bereplikasi dalam epidermis sehingga memberikan gambaran gejala klinis. Virus ditransportasikan melalui akson sensoris ke ganglia dorsalis, lalu menuju ke medulla spinalis tempat virus menyebabkan terjadinya infeksi laten. Reaktivasi dikemudian hari dapat menjadi herpes zooster, dengan ruam vesikular yang terdistribusi secara dermatomal. Pada herpes zooster, perubahan nekrotik ganglion terjadi pada ganglion yang berhubungan.
Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi 2 stadium, yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi. Stadium prodromal berlangsung 10- 21 hari. Gejala klinik stadium ini adalah demam tidak terlalu tinggi 1- 3hari, menggigil, nyeri kepala, anoreksia, dan malaise. Stadium erupsi berlangsung 1- 2hari setelah stdium prodromal. Gejala klinik erupsi ruam dengan gambaran dew on rose petals yang tersebar pada wajah, leher, kulit kepala. Jumlah lesi dapat ditemukan 50 - 500 buah.
Gejala klinik berupa makula, berubah menjadi papula, kemudian krusta. Erupsi ini disertai dengan gatal. Vesikel yang terbentuk berupa tear drops. Cairan dalam vesikel awalnya jernih, seiring dengan waktu berubah warna akibat sebukan sel radang PMN, dan akhirnya menjadi pustula. 
Komplikasi varisela adalah infeksi sekunder bakteri, varisela pneumonia, sindrom Reye, Ensefalitis dan ataksia serebral, hepatitis, trombositopenia. Diagnostiknya dilakukan dengan melakukan pemeriksaan hematologi rutin. Pemeriksaan hematologi didapatkan limfositosis absolut dan relatif. Tes faal hati memperlihatkan peningkatan ringan. Pada pemeriksaan liquor pada pasien dengan komplikasi neurologis atau herpes zooster menunjukan pleositosis limfositik ringan, peningkatan protein ringan. 
Penatalaksanaan kasus ini adalah Lotio colamine diberikan pada lesi kulit lokal, untuk gatal diberikan antihistamin. Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Pemberian asiklovir diberikan pada kasus varisela berat dengan dosis 20mg/KgBB diberikan 4 dosis perhari selama 5 hari. 
Pencegahan varisela adalah isolasi pasien dengan udara yang difilter dan vaksinasi. Profilaksis pascaterpapar yaitu diberikan IgG anti-HZV titer tinggi. Human varicella-zooster immunoglobulin diberikan secara IM dalam 96 jam kontak. 

SEKS DALAM KEHAMILAN..?? AMANKAH...????

     Kehamilan merupakan satu langkah dari perkembangan hubungan seksual antara dua individu. Semua kehamilan tentunya diawali oleh ...